Tiada aturan untuk sang tupai
Kilatan kata yang memantul dari sajak penuh sastra
Terkadang menyentuh, membius, juga melukai
Sajak-sajak terbengkalai diantara blok-blok sepi
Terus memagari pikiran untuk membuka mata hati
Kata yang terucap tak ubah seperti sabda
Yang menghujam diantra vena, lalu menyusup sumsum
Mengilukan, menyerikan, dan meradangkan decak dada
Lalu pergi menyisakan sepi diantara keasingan kasta
Tinggalkan saja bercak-bercak merah angkara ini
Yang masih saja menyelip diantara naluri hewani
Menutupi intuisi untuk saling welas asih sebagai manusiawi
Akankah kita saling tuding dan sibuk mengumpulkan alibi
Lalu menyerang dengan dalih argumentasi
Biasan kata yang tersumpal oleh ego
Memaksakan diri untuk bertindak masa bodoh
Mengubah sikap siapa aku dan siapa kamu
Lalu lupa akan gambaran wajah diantara cermin jiwa
Lupa terhadap etika yang diajarkan oleh belas kasih
Sudah berani menggurui dan memberi wejangan terhadap sang nabi
Lalu dengan lantang berteriak bagai sang orator yang gagah berani
Hingga utuhnya purnama pun ikut mengangkangi hati
Melulukan ego yang sulit untuk memberi cerah jiwa
Sementara disetiap tetes peluh ini
Mengucap sumpah serapah tanpa iba hati
Mengacungkan lencana tanpa tanda bukti
Sudah pantaskah kau mengukir kata lewat piawai sang tupai
Jakarta, 2009-03-15
Kilatan kata yang memantul dari sajak penuh sastra
Terkadang menyentuh, membius, juga melukai
Sajak-sajak terbengkalai diantara blok-blok sepi
Terus memagari pikiran untuk membuka mata hati
Kata yang terucap tak ubah seperti sabda
Yang menghujam diantra vena, lalu menyusup sumsum
Mengilukan, menyerikan, dan meradangkan decak dada
Lalu pergi menyisakan sepi diantara keasingan kasta
Tinggalkan saja bercak-bercak merah angkara ini
Yang masih saja menyelip diantara naluri hewani
Menutupi intuisi untuk saling welas asih sebagai manusiawi
Akankah kita saling tuding dan sibuk mengumpulkan alibi
Lalu menyerang dengan dalih argumentasi
Biasan kata yang tersumpal oleh ego
Memaksakan diri untuk bertindak masa bodoh
Mengubah sikap siapa aku dan siapa kamu
Lalu lupa akan gambaran wajah diantara cermin jiwa
Lupa terhadap etika yang diajarkan oleh belas kasih
Sudah berani menggurui dan memberi wejangan terhadap sang nabi
Lalu dengan lantang berteriak bagai sang orator yang gagah berani
Hingga utuhnya purnama pun ikut mengangkangi hati
Melulukan ego yang sulit untuk memberi cerah jiwa
Sementara disetiap tetes peluh ini
Mengucap sumpah serapah tanpa iba hati
Mengacungkan lencana tanpa tanda bukti
Sudah pantaskah kau mengukir kata lewat piawai sang tupai
Jakarta, 2009-03-15